nusantarakini.co, SAMARINDA – Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap maraknya korban jiwa di lubang bekas tambang yang tersebar di sejumlah titik di Kota Tepian. Hingga kini, tercatat sedikitnya 52 orang telah meninggal dunia di lubang eks galian sektor ekstraktif tersebut, yang sebagian besar korbannya adalah anak-anak.
“Perusahaan bertanggung jawab sepenuhnya atas galian lubang tambang mereka. Baik itu dalam hal reklamasi atau menjaga agar tidak ada masyarakat yang masuk ke area tersebut. Jangan sampai ada korban jiwa lagi,” tegasnya, Selasa (18/11/2025).
Lubang bekas tambang yang tampak indah sekilas itu, kata Anhar, justru menyimpan bahaya laten yang telah merenggut puluhan nyawa. Karena itu, ia menekankan pentingnya tindakan tegas terhadap perusahaan yang meninggalkan galian mereka tanpa pengamanan maupun pemulihan lingkungan.
Anhar juga mengapresiasi langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda yang menargetkan kota bebas tambang pada 2026. Namun menurutnya, penghentian aktivitas tambang bukanlah solusi akhir.
“Mereka (perusahaan) sudah diberikan izin operasi, tentunya harus melakukan kewajibannya juga. Masih banyak lubang bekas tambang dibiarkan begitu saja. Ini bukan hanya ancaman bagi masyarakat, tapi juga merusak lingkungan,” ujarnya.
Ia menegaskan, reklamasi menjadi kewajiban mutlak yang harus dituntaskan perusahaan setelah kegiatan penambangan dihentikan. Pemulihan lahan dinilai penting untuk mencegah jatuhnya korban berikutnya sekaligus memulihkan kondisi lingkungan secara berkelanjutan.
“Bukan sekadar berhenti menambang, tapi bagaimana kita memperbaiki alam dengan reklamasi yang benar dari perusahaan. Itu kunci menghentikan deretan panjang korban lubang tambang,” tandasnya. (NK/ADV/SS)






